Tugas 7-ONline Media-MicheleMT
Michele Meliandra Tanaya-14150020
1. Hal
yang harus dilakukan agar tidak disomasi adalah
Ø KEJ
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap
independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad
buruk.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji
informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini
yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati
hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera
mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai
dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Ø Pedoman
Pemberitaan Media Siber
Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap berita harus melalui
verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan pihak lain
memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip akurasi dan
keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di atas
dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar mengandung kepentingan
publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama adalah sumber yang
jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus dikonfirmasi tidak
diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan kepada pembaca bahwa
berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut yang diupayakan dalam
waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir dari berita yang sama, di
dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai dengan butir (c),
media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah verifikasi didapatkan,
hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran (update) dengan tautan
pada berita yang belum terverifikasi.
Analisis: Perbuatan wartawan tersebut dibenarkan karena sesuai
dengan KEJ dan pedoman pemberitaan media siber yang berlaku pada dunia
jurnalistik idealnya mengikuti aturan yang berlaku, tidak hanya memberitakan
berita untuk mengejar kesegeraan tapi perlu juga diperhatikan keakuratannya
sehingga berita yang dihasilkan dapat ditanggung jawabkan dengan baik dan
selalu mengedepankan asas praduga tak bersalah dalam proses jurnalistik namun
pada kasus ini boleh langsung memberitakan
tanpa klarifikasi karena untuk kepentingan umum jika hal tersebut dianggap
mendesak sehingga tidak perlu adanya verifikasi karena yang memberitakan orang
yang kompeten.
2.
Pendapat:
Tindakan yang dilakukan wartawan dan media tidak benar ,
Analisis: Sebaiknya memperhatikan ketentuan yang berlaku
dalam dunia jurnalistik baik KEJ maupun Pedoman pemberitaan media siber. Pada kode
etik pada Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
menerapkan asas praduga tak bersalah. Yang
mana seorang wartawan harus melakukan
check and recheck terhadap suatu pemberitaan. Wartawan tersebut juga dirasa salah
mempergunakan profesinya karena tidak melakukan kode etik yaitu pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh
cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik yang ada namun menempuh cara yang kurang baik
dan tidak adanya verifikasi yang dijelaskan pada pedoman pemberitaan media
siber tentang verifikasi yang dimana
harus melakukan verifikasi terhadap seseorang karena kasus ini tidak mendesak
untuk kepentingan umun sehingga sangat diperlukan keakuratan berita.
3.
KEJ
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pedoman Pemberitaan
Media Siber
Verifikasi dan keberimbangan berita
a. Pada prinsipnya setiap
berita harus melalui verifikasi.
b. Berita yang dapat merugikan
pihak lain memerlukan verifikasi pada berita yang sama untuk memenuhi prinsip
akurasi dan keberimbangan.
c. Ketentuan dalam butir (a) di
atas dikecualikan, dengan syarat:
1) Berita benar-benar
mengandung kepentingan publik yang bersifat mendesak;
2) Sumber berita yang pertama
adalah sumber yang jelas disebutkan identitasnya, kredibel dan kompeten;
3) Subyek berita yang harus
dikonfirmasi tidak diketahui keberadaannya dan atau tidak dapat diwawancarai;
4) Media memberikan penjelasan
kepada pembaca bahwa berita tersebut masih memerlukan verifikasi lebih lanjut
yang diupayakan dalam waktu secepatnya. Penjelasan dimuat pada bagian akhir
dari berita yang sama, di dalam kurung dan menggunakan huruf miring.
d. Setelah memuat berita sesuai
dengan butir (c), media wajib meneruskan upaya verifikasi, dan setelah
verifikasi didapatkan, hasil verifikasi dicantumkan pada berita pemutakhiran
(update) dengan tautan pada berita yang belum terverifikasi.
Ralat, Koreksi, dan Hak Jawab
a. Ralat, koreksi, dan hak
jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak
Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak
jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak
jawab.
c. Di setiap berita ralat,
koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan
atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media
siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber
pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut
atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang
dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain
yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan
berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai
yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut,
bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak
dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang
Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum
pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
Analisis: Media dan wartawan tersebut harus melakukan peralatan/pengkoreksian
pada pemberitaan yang telah dikeluarkan dengan dapat mencabut pemberitaan dan
melakukan pengkoreksian (memuat berita yang benar) tentang kejadian yang
sebenarnya, wartawan tersebut sudah salah karena dalam memuat berita tidak
dilakukan verifikasi sumber sehingga terkesan memaksakan dan hanya mencari
sensasi saja. Media dan wartawan tersebut dalam memuat pengkoreksian berita
harus disertai dengan permintaan maaf karena telah meberitakan berita yang
membuat heboh.
4. KEJ
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan
asas praduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul. Analisis: Wartawan tersebut tidak dibenarkan karena tidak bersikap independen dan beretikad buruk dengan merugikan jendral tersebut sehingga seolah-olah jendral tersebut yang bersalah sesuai dengan pasal 1 dan wartawan tersebut telah melanggar pasal 2 dan 3 kode etik jurnalistik karena dianggap tidak professional dalam memuat foto dalam berita dan wartawan tersebut juga memuat gambar yang asal nyomot saja tidak sesuai dengan kejadian saat itu tapi foto itu diambil sebelum terjadinya masalah tersebut, wartawan tersebut mencampurkan opininya dalam memilih foto untuk beritanya agar menarik orang membaca sehingga menimbulkan persepsi yang keliru dan jelas sekali terlihat wartawan tersebut tidak menguji informasi berupa gambar itu apakah sesuai dengan kejadian yang terjadi sehingga wartawan tersebut dapat diartikan membuat berita bohong melanggar pasal 4 karena tidak adanya kesesuaian antara foto dan berita maka hal tersebut bisa saja menimbulkan bias persepsi di masyarakat.
5. KEJ: Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan
memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Pedoman Pemberitaan Media Siber
4. Ralat,
Koreksi, dan Hak Jawaba. Ralat, koreksi, dan hak jawab mengacu pada Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan Pedoman Hak Jawab yang ditetapkan Dewan Pers.
b. Ralat, koreksi dan atau hak jawab wajib ditautkan pada berita yang diralat, dikoreksi atau yang diberi hak jawab.
c. Di setiap berita ralat, koreksi, dan hak jawab wajib dicantumkan waktu pemuatan ralat, koreksi, dan atau hak jawab tersebut.
d. Bila suatu berita media siber tertentu disebarluaskan media siber lain, maka:
1) Tanggung jawab media siber pembuat berita terbatas pada berita yang dipublikasikan di media siber tersebut atau media siber yang berada di bawah otoritas teknisnya;
2) Koreksi berita yang dilakukan oleh sebuah media siber, juga harus dilakukan oleh media siber lain yang mengutip berita dari media siber yang dikoreksi itu;
3) Media yang menyebarluaskan berita dari sebuah media siber dan tidak melakukan koreksi atas berita sesuai yang dilakukan oleh media siber pemilik dan atau pembuat berita tersebut, bertanggung jawab penuh atas semua akibat hukum dari berita yang tidak dikoreksinya itu.
e. Sesuai dengan Undang-Undang Pers, media siber yang tidak melayani hak jawab dapat dijatuhi sanksi hukum pidana denda paling banyak Rp500.000.000 (Lima ratus juta rupiah).
Analisis: Media tersebut harus mengkoreksi berita yang salah tadi lalu dipublikasikan kembali dengan permintaan maaf kepada orang/instansi yang diberitakan dan apabila beritanya telah dikutip oleh media lain, media lain yang mengkutip pemberitaan yang salah tadi wajib untuk mengkutip ulang berita yang sudah di ralat.
Komentar
Posting Komentar